Suara Ponorogo - Desa Sodong di Ponorogo, Jawa Timur, telah menjadi tempat bersejarah bagi agama Buddha di wilayah tersebut. Dalam sebuah wawancara dengan Tokoh masyarakat yang juga Ketua Vihara, Suwandi, kita dapat melihat sejarah panjang dan perkembangan agama Buddha di daerah ini.
Kepada ponorogo.suara.com, Suwandi menjelaskan, Sejarah desa Sodong dimulai pada masa ketika wilayah tersebut masih merupakan pedalaman yang belum seperti sekarang.
Pada waktu itu, hanya sedikit penduduk yang tinggal di sana. Namun, pada tahun 50-an, seorang tokoh bernama Mbah Saimin mulai menyebarkan ajaran Buddha di daerah ini dengan tekad yang kuat.
Pada tahun 1969, dibangunlah sebuah vihara sederhana sebagai tempat ibadah bagi umat Buddha di daerah tersebut. Sejak itu, agama Buddha terus berkembang dan bertahan hingga saat ini.
Baca Juga:Skuad Indonesia di Singapore Open 2023: Ganda Putra Full Team!
![Ibadah Waisak di Sodong, Ponorogo [ponorogo.suara.com/dedy.s]](https://media.suara.com/suara-partners/ponorogo/thumbs/1200x675/2023/06/04/1-sodong-2.jpeg)
Mbah Saimin, adalah seorang penduduk asli daerah tersebut. Beliau lahir di Sodong, tetapi sempat bermukim di Wonogiri, Jawa Tengah. Setelah diarahkan oleh seorang biksu dari Wonogiri, Mbah Saimin mulai menyebarkan ajaran Buddha di desa Sodong.
Pada saat itu, agama Buddha masih belum begitu jelas bagi sebagian masyarakat setempat. Namun, seiring berjalannya waktu, agama Buddha semakin berkembang dan menjadi mayoritas di desa tersebut.
Namun, beberapa dekade kemudian, terjadi perubahan dalam tingkat kepercayaan dan keberagaman agama di desa Sodong. Faktor-faktor seperti perkawinan antaragama dan kebebasan beragama individu menjadi penyebab pergeseran ini. Pada tahun 1980-an, jumlah penganut agama Buddha mulai berkurang seiring dengan faktor perkawinan.
Namun, perkembangan ini tidak harus dianggap sebagai kemunduran. Dalam wawancara tersebut, Suwandi menyatakan bahwa perkawinan dan perubahan agama dapat membawa pencerahan baru bagi individu.
![[ponorogo.suara.com/dedy.s]](https://media.suara.com/suara-partners/ponorogo/thumbs/1200x675/2023/06/04/1-sodong-3.jpeg)
Saat ini, agama di desa Sodong lebih relatif dan dipandang sebagai pilihan pribadi masing-masing individu. Banyak yang memilih untuk keluar dari agama Buddha dan memeluk agama lain seperti Islam, dan mereka menikah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
Baca Juga:Sempat Bongkar Aib Ibunya, Lolly Marah dan Merasa Tersakiti Saat Diserang Balik Nikita Mirzani
Meskipun kebanyakan penduduk desa Sodong adalah etnis Jawa, agama Buddha telah menjadi bagian dari kehidupan mereka selama beberapa dekade.
Mbah Saimin sendiri telah memulai pembangunan vihara sejak tahun 1965, dan sejak itu, desa Sodong telah memiliki altar Buddha yang menjadi tempat beribadah bagi umat Buddha.
Desa Buddha di Ponorogo ini mencerminkan keberagaman dan sejarah yang kaya. Meskipun terjadi pergeseran dalam penganut agama, desa Sodong tetap menjadi tempat yang penting dalam sejarah perkembangan agama Buddha di Bumi Reog.
Dengan adanya perubahan ini, desa Sodong mengajarkan kita pentingnya penghormatan terhadap pilihan agama dan kebebasan beragama individu dalam masyarakat yang majemuk.